GARUT composed by Wawan Ridwan

0 komentar
Gelora, gejolak, emosi yang menganga, kegawatan yang tak dibuat-buat
menukik dari pagi hingga menjelang dini,
dari siang hingga sahur menyapa tak sekejap jua mata merapat.
Garut adalah sebuah pesona, di awal 1 Ramadhan 1432 H.
Ketika kelebihan kegembiraan menjadi marut,
ketika bahagia menggila karena shaum tiba di haribaan,
teringat masa kanak-kanak yang terus menyeruak pada onak,
ketika hari pertama melawan arus citarik jernih, dingin pada tubuh yang mulai belajar shaum.
Garut adalah sebuah ilmu dimana seluruh kiprah anak murid mulai nyantri,
pagi hari sampai dengan dini Qur'an digenggam.
Garut adalah rancabogo, dulu tempat itu rawa, payau yang anak-anak banyak mengail ikan bogo pada tiap menjelang berbuka.
Garut adalah kesabaran ketika pejuang mungil itu mulai merebah betah tholabul ilmu...
Garut merintis pada pejuang kecil menjadi begawad ilmu fiqih, aqidah, dan  peradaban wajah dunia.
Dia, kekasih kecil itu tengah mengemban amanah ilahiyah, amanah para ahli waris nabi (waroisyatul anbiya)
Garut adalah Muhammad Salwa Ihza Ridwan, tumpuan dan trah masa depan.
Garut adalah waktu menempa, ketika sahur tiba ada goreng ayam kesukaan...namun dia tidak ikut menyimak,
karena dia lebih sekedar makan sahur, lebih sekedar ayam goreng...
ia sedang siap mengisi masa depan yang visioner dan melahap kebahagiaan surgawi...

Another Mario Teguh's remarks

0 komentar

Yang tidak kita harapkan,
lebih sering terjadi daripada yang kita harapkan.

Kemudian kita kecewa,
karena masih mengharapkan yang tidak kita dapat,
dengan menelantarkan yang sudah kita dapat.

Maka, kemampuan untuk menerima
yang tidak kita harapkan
dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya
adalah lebih penting daripada kemampuan
untuk mengatasi kekecewaan.

Marilah kita hidup sepenuhnya dalam kenyataan.

Mario Teguh