Toleransi Beragama = Bagimu Agamamu dan Bagiku Agamaku

0 komentar
Natal tahun ini ada beberapa teman muslimku yang mengucapkan 'selamat Natal' pada temannya yang kristiani di jejaring sosial. Ada dua kemungkinan kenapa mereka melakukan hal yang jelas-jelas DILARANG dan DIHARAMKAN oleh satu-satunya uswah hasanah/panutan kita Nabi Muhammad SAW itu; pertama, mungkin mereka tidak tahu hadist mengenai hukum mengucapkan selamat pada agama lain. Kedua, mungkin mereka sudah pernah dengar fatwa MUI tentang hukum mengucapkan selamat natal dan tetap keukeuh dengan pendapatnya tentang toleransi beragama itu berarti saling memuja muji agama, kepercayaan, serta perayaan-perayaan dari agama lain.
Aku jadi tergugah untuk berpendapat juga ah, pendapatku masih sama seperti aku pertama kali mendengar seorang ustad membacakan hadist Rasulullah SAW tentang hukum mengucapkan atau memberi selamat kepada perayaan agama lain:
"Jika seseorang menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk kedalam golongan mereka." Al-hadist.
Secara logika hadist tersebut berarti mengisyaratkan jika kita mengucapkan selamat natal kepada kaum Nasrani seperti yang mereka lakukan kepada sesamanya (seagama Nasrani), lalu kita umat Muslim ikut mengucapkannya, itu sama dengan MENYERUPAI kaum Nasrani kan???
Masa kita rela disamakan dengan mereka yang mempercayai kalau tuhan itu ada tiga, sedang kita bersyahadat bersaksi Laa ilaa haillallah tiada tuhan selain Allah SWT. "Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan Allah adalah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah." Al-Maidah: 73.
Terus kalau waktunya hari perayaan Tahun Baru Imlek Cina, lalu kita umat Islam mengucapkan Gong Xi Fat Cay kepada kaum Tionghoa penganut Kong Hu Chu, berarti kita meyakini bahwa Konfusius nama lain dari Kong Hu Chu adalah seorang nabi. Selain itu dengan tidak langsung menyiratkan kalau kita juga meyakini kebenaran kitab Sishu Wujing.
Lalu bagaimana jika kita mendapatkan ucapan selamat Idul Fitri dari teman kita yang diluar agama Islam? Oh itu bukan urusan kita, karena mungkin tidak ada larangan di agama mereka untuk memberi selamat kepada perayaan agama kita. Yang kita dapat respon dari ucapan selamat mereka mungkin hanya terima kasih sekedar ucapan menghargai perhatian mereka. Lain lagi dengan ucapan salam Assalamu'alaikum dari mereka kepada kita orang Islam. Mengacu pada sabda Nabi Muhammad SAW, wa'alaik adalah jawaban dari kita kepada ucapan salam non muslim.
Begitu indahnya Islam mengatur semua aspek kehidupan kita, jika kita mau menerimanya dengan akal sehat, hati yang bersih dari dzan atau prasangka buruk akan hukum Allah SWT.
"Tidak ada paksaan dalam beragama." Q.S. Al-Baqarah: 256 dengan jelas Allah SWT mempersilahkan manusia dengan sebebas-bebasnya untuk memeluk agama menurut yang ia yakini kebenarannya. Namun setelah kita masuk ke dalam Islam, semua hukum Allah beserta RasulNya berlaku bagi kita, tidak ada penawaran lagi. "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." Q.S.Al-Ahzab: 36.
Nabi SAW juga menitipkan pesan bagi kita pengikutnya, bahwa dengan memegang teguh Quran dan Sunnah kita akan selamat dunia akhirat.
Jadi, apakah mengucapkan selamat kepada perayaan agama lain diluar Islam merupakan toleransi atau malah menyerupai agama tersebut yang secara otomatis kita dianggap sebagai golongan mereka?
Menurut hemat penulis yang ilmunya tidak setitik embun di dedaunan pun, lebih baik kita kembali lagi kepada panduan kita yang menyebutkan lakum dinukum waliyadin ~ Bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Q.S. Al-Kafirun: 6.
Itulah toleransi yang sesungghunya, tidak ada paksaan dalam beragama. Menurutku sebagai seorang muslim yang sedang berupaya meraih Ridho Allah Ta'ala, menghargai kebebasan beragama adalah dengan membiarkan orang lain menjalankan agama serta ajaran-ajaran keagamannya dengan tidak menjual keimanan kita dengan harga yang sangat rendah yaitu dengan mengucapkan selamat kepada perayaan-perayaan agama mereka tersebut.
Walluhu'alam bishawwab.

Jagalah izzahmu wahai istri!

0 komentar
Aku sempat merasa tidak suka dilarang mengupload fotoku berpose sendiri di jejaring sosial di internet oleh suamiku. Aku niatnya kan hanya ingin berbagi kabar kepada kerabat, sahabat di tanah air bagaimana keadaanku. Lagian semenjak menikah aku jadi berpikir dua kali jika ingin berdan-dan cantik. Aku bertanya pada diriku sendiri buat siapa wajah cantik yang berpoles make-up ini? Untuk suamiku kan? Untuk yang satu-satunya berhak melihatku tampil menggoda adalah dia, suamiku. Lalu kembali ke perkara foto tadi, sebagai seorang istri tugasku hanyalah mentaati suamiku, karena ia adalah pemimpinku, yang bertanggung jawab akan semua hal yang aku lakukan, bicarakan, dengarkan dan putuskan. Akhirnya sejak saat itu aku putuskan tidak akan lagi memposting fotoku yang tampil sendiri.
Hari-hari berikutnya aku lihat teman wanitaku yang sudah menikah memasang foto manis nan cantik berpoles make-up nya di jejaring sosial itu. Hebat! Yang memberi komentar "cantik" atau memuji bukan hanya teman wanitanya tapi juga para pria yang entah ada hubungan kekerabatan denganny (baca: muhrim) ataukah memang orang lain yang iseng mengecek newsfeed dan gatal ingin mengutarakan kekaguman pada istri orang tersebut.
Aku juga ingat suatu ketika aku hendak menghubungi teman wanitaku yang lain di jejaring itu, tapi ternyata akunnya tidak aktif. Kebetulan ada fasilitas chatting YM yang dia juga aktif disana. Aku tanya perihal kenonaktifannya itu, ia jawab bahwa ia untuk sementara tidak aktif di dunia maya karena banyak hal yang mengganggu hubungannya dengan sang suami, ia tambahkan kalau ia kasihan melihat suaminya. Kasihan karena cemburu barangkali. Tapi sekarang entah kenapa ia mengaktifkan lagi akunnya. Memasang lagi foto-foto manisnya. Yang terakhir aku liat tidak sengaja, ia memasang foto dengan tampilan seluruh lekuk-lekuk tubuhnya yang bahasa sundanya bahenol (sintal), sampai (maaf) dadanya sangat jelas terekspos. Anehnya sang suami memuji fotonya itu dengan mengatakan "cantik". Hmmm suami macam apa ya yang membiarkan badan indah sang istri menjadi konsumsi publik yang mungkin saja dilihat oleh para lelaki bukan muhrim dan akan tergoda dengan pose tersebut. Padahal Rasulullah SAW pernah bersabda kebanyakan wanita penghuni neraka itu karena ia berpakaian tapi telanjang. Berpakaian tapi dapat mengundang syahwat lelaki yang bukan hak nya. Na'udzubillahimindzalik... 
Kini aku mengerti kenapa suamiku melarangku memasang fotoku yang nampang sendiri di depan publik, karena hal tersebut akan mengundang fitnah; pujian-pujian gombal dari laki-laki non muhrim, malah lebih hina lagi mengundang syahwat mereka yang bukan haknya.
Wallahu'allam bishawwab.

Ya Alloh, Lindungilah ia dimanapun kapanpun berada

0 komentar
Jam dinding menunjukkan tepat pukul 11 pm waktu Cheongju. Malam minggu yang biasanya dihabiskan dengan suasana santai, pelepas penat selama weekdays, malah biasanya orang memilih menghabiskan malam minggu ke luar rumah, cari angin, candle light dinner. Tapi aku dengan berat hati sambil mengelus rambutnya yang halus seperti bayi, membisikkan kata "bangun, sayang. waktunya ke lab lagi." Habis harus bagaimana lagi, itu amanahnya. 
Aku cek di local weather forecast, cuaca saat ini mencapai suhu minus 9!
Aku benar-benar ingin menemaninya. Melewati salju yang licin bersama-sama. Merasakan tusukan angin malam ke tiap tulang dan sendi di winter pertamaku ini. Menikmati malam syahdu tapi menyiksa karena wajah yang diterpa angin walau sudah diselimuti syal tetap akan terasa kaku karena dingin yang sungguh terlalu. Menarik nafas yang berat karena angin yang terhirup membekukan hidung, menghasilkan cairan. Membekaskan pipi kemerahan dan bibir yang kering serta pecah-pecah.
Tapi keikutsertaanku hanya akan memperlambat jalan menuju lab. Jadi aku disini menunggunya, sambil berdo'a:
"Ya Alloh, tolong lindungilah ia dimanapun kapanpun berada.."

Angklung

0 komentar
Angklung. Orang sunda mana sih yang nggak kenal angklung. Kalau ada yang nggak tau angklung itu apa, berarti perlu dipertanyakan keabsahannya sebagai orang sunda. hehe. Yang penting tau dulu deh kalo angklung itu adalah alat musik aseli dari tanah Sunda yang terbuat dari bambu yang bunyinya merdu mendayu dayu. 
Aku sendiri adalah orang Sunda, Mojang Bandung. Yang dari TK belum pernah sekalipun main angklung, megang-megang sih pernah tapi kapannya lupa ya. Di SD ketika ada acara pekan seni atau acara perpisahan anak kelas 6, aku selalu dapat bagian menari jaipong. Jadi jangan salahin kalo aku tidak pernah main angklung. 
Masuk masa SMP, SMA aku sama sekali tidak mengenal kurikuler berbau musik. Ma'lum aku masuk pesantren, di Tsanawiyyah dan Mu'allimin Persatuan Islam no 110 Manba'ul Huda, para santri nggak dikenalin kepada hal yang berbau seni. Musik paling nasyid, walau aku lebih sering dengerin lagunya Westlife ketimbang Raihan. hihi. Niatnya kan bagus buat belajar bahasa Inggris. Yay! What a feasible excuse! Musik aja nggak diajarin apalagi alat musiknya. 
Oh aku ingat, pernah sekali waktu aku pesantren di Babussalam yang hanya makan waktu setahun, setelah itu aku pindah karena ada masalah yang mendesakku harus hengkang dari sekolah itu. Dulu aku pernah main suling, lagu yang diajarkan lagu Sabilulungan, lagu yang waktu SD aku ingat dipakai sebagai backsound untuk Pencak Silat. Marvellous! Jadi begitulah, Suling dan tari Jaipong adalah satu-satunya eh dua-duanya hal berbau kesenian yang pernah aku geluti.
Lalu beranjak ke masa kuliah S1 di departemen Pendidikan Bahasa Inggris UPI aku pernah berniat sekali masuk himpunan kesenian KABUMI UPI. Dengar-dengar himpunan seni ini sering keluar negeri untuk memperkenalkan kesenian dan budaya Indonesia. Jadi selain menyalurkan jiwa seni yang tidak tersalurkan ini, kelebihan lainnya adalah jalan-jalan keluar negeri gratis. Neat!
Sayang, aku segera menyadari kalau mengikuti himpunan tersebut ada hal yang harus aku tunjukkan pada dunia publik yaitu lekak lekuk tubuh dan wajah yang selalu terpoles make up. Aku cuma takut dibilang tabarruj (bersolek berlebihan). Akhirnya aku urungkan niatku.
Dan kini aku disini, di Korea menemani suamiku. Menjadi ibu rumah tangga, mencoba berexperimen masakan-masakan baru, mencuci, menjemur, menyapu, mengepel, membaca, menulis blog, belajar bahasa Korea dll. Suatu ketika teman-teman suamiku mengajakku menjadi bagian dari performer di acara Culture Fair di kampus mereka dan suamiku. Kami berencana menampilkan permainan angklung. Kami menyuguhkan lagu Gundul-gundul Pacul dan lagu anak-anak Korea berjudul Gom Se Mari. Kami juga menyuguhkan masakan Indonesia terdiri dari Sate, Mie Goreng Jawa, Risoles dan Sekoteng.
Ternyata takdir mempersatukan aku dengan angklung malah jauuuuhhh dari ranah Sunda yaitu di Korea Selatan. Begitu lah takdir, misterius dan penuh kejutan.
Pasukan Angklung

Kuliner Indonesia

JIKJI (Part 3)

0 komentar
Sepulang ia dari Rusia kembali ke Korea dan aku kembali ke rumahku di Panyileukan, Bandung, kami seperti biasa melanjutkan komunikasi kami secara intens via sms dan YM. Tidak seperti awal-awal kami mulai menjalin dimana ia begitu pesimis akan dapat melanjutkan itikad baik kami ini karena terbentur jarak, biaya, dan banyak hal lainnya yang akan menyulitkan kami menjalin kasih apalagi menikah. Aku ingat ia sampai menceritakan secara detail tentang akan bagaimana nanti kehidupan kami jika kami sampai menikah dan ia masih menjalankan studi nya di Korea sana. Ia memperingatkanku kalau jika kami bertakdir untuk menikah, ia tidak akan bisa membawaku menemani layaknya seorang istri yang akan pergi kemana suaminya pergi istilah lainnya "long distant marriage". Ia sampai menyinggung tentang hal pemenuhan nafkah lahir dan bathin yang mungkin tidak akan terpenuhi dengan sempurna jika kami menjalani pernikahan jarak jauh. Wah sungguh pemikiran yang sangat futuristik, karena saat itu bagiku mengenalnya saja juga sudah cukup. Aku tidak berharap pada laki-laki lagi setelah dihianati, dicapakkan dan ditinggalkan dengan sejuta harapan oleh laki-laki yang ternyata hanyalah banci, karena mengucapkan selamat tinggal pun ia tak sanggup. 
Tanggapanku pada pemaparan kenyataan yang baru akan kami hadapi itu aku tanggapi dingin. Aku hanya menunjukkan bahwa aku wanita kuat dan istimewa, jika ia menginginkan kecantikan dan semua kelebihan yang Allah SWT anugerahkan padaku, ia pasti akan melakukan apapun; walau harus lintasi lautan, benua, dan langit sekalipun. Aku toh tak rugi apapun jika ia mundur seperti yang sebelumnya. Aku akan terus menanti seseorang yang ingin memperjuangkan dan mengimplementasikan niat suci mengabadikan "mitsaqon ghalidza" atau ikatan kuat pernikahan dihadapan Allah SWT, orangtua kami dan para tamu dan malaikat yang dimuliakan.
Namun keraguanku dan keapatisanku dijawabnya dengan sebuah email yang berisi keyakinannya tentang hubungan kami:

Assalaamu 'alaikum...

mas abis sholat. kurang khusuk, memang  susah mencapainya..

dalam ketidakkhusuan, mas ingat sering tulis "time is part of solution..."  sedang Allaah menciptakan segala sesuatunya berpasang-pasangan. dengan demikian muncullah "time is part of problem...". mas mau ajak fitri melihatnya dari sisi yg berbeda meski tidak memungkirinya... kita ubah jadi "time is part of challenge..." so, let it be our paradigm. dalam challange ini kita pilah mana problem dan mana solution.

dengan bekal paradigm yg Allaah tanamkan dalam hati dan pikiran, bersiap dirilah menghadapi segala kemungkinan. paradigm ini menjadi kaki tangan kita pada iman dan islam yang telah Allaah tanamkan. meski buah amal dari paradigm itu tidak semudah mengetik imel ini, setidaknya sudah melangkah dari reference paradigm.

keep praying solemn

mas
:) senang

Lalu menyusul smsnya berisi : Lekaslah tidur siapa tahu ada jawaban malam ini.
Tanpa mengubah hatiku yang tak mau lagi terlalu percaya pada janji dan ucapan manis laki-laki, aku menanggapinya dengan baik, sebaik niat baiknya. 
Dua hari kemudian ketika aku pulang mengajar, ibu dengan biasa menyambutku dengan senyum dan kasih hangatnya. "Ada sesuatu yang istimewa buatmu". Wah apa ya apa aku dapat hadiah mobil dari BANK yang aku menabung uang padanya? hehe. Ternyata lebih dari itu, ibu menyerahkan sebuah amplop ukuran HVS berwarna coklat padaku. Dengan penasaran aku buka dan ku ambil kertas HVS didalamnya. Surat itu ternyata permintaan dia kepada bapaku untuk menjadikanku sebagai istrinya. Aku terharu. Lalu aku buka satu buah amplop lebih kecil berwarna hijau lembut bertabur bunga-bunga kering. Ibu tersenyum sumringah melihat anak putri pertamanya mendapat surat lamaran dari seorang laki-laki jantan, seperti aku mendengar ibu berdo'a semoga inilah jodoh anaknya.
Dengan perasaan haru bahagia, aku buka surat dalam amplop itu. Ia berniat menjadikanku sebagai istrinya. Dan yang paling menyentuh relung hatiku adalah kata-kata terakhirnya, "Semoga mas bisa menjadi suami sesuai tuntunan Rasulullah SAW". 
Keesokan hari janjinya untuk menelepon ayahku ia laksanakan. Aku dengar mereka berkenalan di telepon dengan antusias. Saling mencoba mengenal satu sama lain, walau hanya melalui suara saja. Lebih dari setengah jam mereka bercakap. Bapa mengakhiri pembicaraan, khawatir pulsa internasional menggerus isi kantongnya. 
"Dewasa." Bapaku berkomentar tentangnya.
"Diplomatis." Komentar ia tentang bapaku.
Tentu saja bapa adalah seseorang yang sangat pandai memperindah kata-katanya, niatnya pun tersampaikan dengan mudah. Intinya jika memang niat suci itu benar, buktikanlah. "Selamat menjalankan tugas studi dan tugas-tugas lainnya." Bapa menutup pembicaraan mereka, pembicaraan antara laki-laki sejati.
Keesokan hari aku bertanya padanya kapan kira-kira keluarganya akan datang ke rumah untuk bersilaturahim dan mengenal satu sama lain. Tak disangka dengan mantap ia mengatakan hari minggu ini keluarganya akan ke rumah ku. Wow! Cepat sekali. Yang mengagetkanku lagi, orangtuanya nanti akan langsung melamar aku untuknya. Ya Allah.. Semoga ini benar-benar jawaban dari istikharah kami.
Hari minggu itu tiba, hari dimana akan ada keluarga yang melamarku untuk salah satu anak laki-laki mereka. Yang membuatku sedih hanya satu, laki-laki itu tidak akan ikut datang karena masih belum waktunya pulang ke tanah air. Sampai saat itu, aku tidak pernah tahu seperti apa laki-laki yang akan melamarku dan akan menjadi suamiku. Pantas saja banyak orang yang ragu dengan keputusanku menerima lamarannya. Mana mungkin aku tidak pernah bertemu dengan calon suamiku sampai satu minggu sebelum pernikahan kami? 
"Nikah itu sekali, jadi harus cocok semuanya. Kita suka nggak dengan cara dia bicara, cara dia berperilaku, dll. Sifat asli seseorang tidak akan terungkap kalo cuma ngobrol via chatting loh. Hati-hati aja banyak penipuan lewat FB sekarang ini." Aku hanya diam, kadang berbohong kepada mereka yang bertanya berapa lama kami ta'aruf dan apakah kami sudah bertemu muka. Kata-kata dan cibiran mereka hanya melemahkanku saja.
Sekitar pukul 11.30 mereka sampai di rumahku. Hatiku berdegup kencang, aku lihat sebuah city car dan motor bebek berhenti di depan pekarangan rumah. Satu per satu penumpangnya keluar. Aku, bapa, ibu, adik serta nenekku menyambut mereka dengan senyum terhangat kami. Aku perhatikan seorang wanita sedang hamil menyerahkan bingkisan, itu kakaknya, anak pertama dari tiga bersaudara. Lalu wanita sepuh berbaju dan kerudung putih itu sang ibundanya, lalu laki-laki seouh berkopiah putih itu adalah ayahandanya. Ditemani dengan adik ipar, kakak ipar, dan seorang sepupu sebagai petunjuk jalan karena ia kebetulan tinggal di Cimahi.
Prosesi lamaran dilaksanakan setelah sholat dzuhur. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Aku benyak diyakinkan oleh keluarga termasuk istri dari sepupunya bahwa ia adalah seorang laki-laki yang baik, seorang pemuda masjid.
Lalu tanggal pernikahan kami pun segera ditentukan sesuai dengan permintaannya yaitu tanggal 10 September 2011. Kami menyetujui. Ibunya lalu menyerahkan amplop untuk tambahan biaya acara akad dan resepsi nanti kepada ibuku.
Tak terasa waktu telah beranjak sore. Mereka, yang insyaallah akan menjadi keluarga kami, pamit pulang.
Aku langsung menyambar laptopku mengabarinya kabar baik ini. Ia langsung mengucap syukur, kami mengucap hamdallah. Ia lalu pamit untuk offline karena akan segera mencari kontrakan bagi kami nanti.
Dua bulan kedepan adalah dua bulan tersibuk dalam hidupku. Sibuk mempersiapkan hari indah itu, dan sibuk menghadapi pesimisme orang-orang disekitar.
But this love must go on no matter what they say.
Bapa, Amru dan Mama
to be continued..

It's snowing!

0 komentar
Tadi malam aku mendapatkan teman baru, Sarah yang berasal dari Malaysia, negara tetangga kita, dan Nilay dari Turki. Kami bersama teman kami Witha pergi menengok teman kami yang sedang hamil dan nampaknya kurang sehat. Pukul 8 malam kami sampai di rumahnya, beserta cake yang kami bawa sebagai tanda sayang dan perhatian kami. Sehabis ngobrol kesana-kesini, kami pamit pulang sekitar pukul 10 malam. Ketika melangkahkan kaki keluar, samar-samar kami lihat bulir-bulir putih sangat kecil jatuh dari langit. Oh ternyata salju. Bagi yang berasal dari negara tropis yang hanya menyaksikan dua musim yakni musim penghujan dan kemarau, salju adalah satu-satunya pengobat hawa dingin yang menusuk tulang dan sendi kami. Namun hanya sekilas, lalu bulir salju itu dengan segera hilang ditelan angin malam yang sangat mencekam.
Lalu pagi eh salah siang, maaf selama musim dingin ini siang nampak terasa sangat pagi karena matahari enggan menampakkan wajahnya. Siang ini BERSALJU! Indahnyaaaa ini benar-benar salju, walau hanya seperti gerimis, belum deras, tapi wujudnya dapat ku raih mendarat di telapak tanganku. Langsung mencair karena suhu tubuhku yang hangat dibantu oleh heater di dalam rumah. Ia mendarat lagi di sweater ku. Ku lihat dengan seksama indah nian, amboyyy cantiknya salju itu ya. Memang sesuai dengan apa yang digambarkan orang-orang selama ini. Seperti ini:

Kau Jeju-ku

0 komentar
Setiap embun pagi menyapa jendela rumah kami, aku memohon pada Illahi, "Lindungilah ia ya Rabb, lancarkanlah semua urusannya, maafkanlah kesalahan dan khilafnya, ringankanlah beban di pundaknya, karuniakanlah ilmu yang luas, anugerahkanlan rizki yang luas dan barokah, tenangkanlah hatinya dengan mengingatMu, serta lapangkan dan bahagiakanlah selalu hatinya" Semoga para malaikat mengamini do'aku, do'a untuk suamiku.
Kau Jeju-ku karena pengabdianku berada di gunung Halla ridhamu.
Kau Jeju-ku karena kau raja di istana Oreum kita.
Keu Jeju-ku karena di samudera hatimu ku menyelami arti kehidupan; memupuk kesabaran, menanam keikhlasan, menapaki hari-hari dengan kesyukuran, menyemai hasil memberi, menerima dengan senyum Gamsahamnida.
Kau Jeju-ku karena kau matahari terbit di ufuk hatiku, kau bulan yang bersembunyi di senja jiwaku.
Kau Jeju-ku, cintamu bermekaran di taman hatiku.
Kau Jeju-ku, kau angin lembut yang melantunkan ayat-ayat Tuhan dengan merdu.
Kau Jeju-ku, sebelum mata ini tertutup witir kita persembahkan.
Karena kau Jeju-ku, keajaiban di duniaku.
Pic by Dika