Toleransi Beragama = Bagimu Agamamu dan Bagiku Agamaku

0 komentar
Natal tahun ini ada beberapa teman muslimku yang mengucapkan 'selamat Natal' pada temannya yang kristiani di jejaring sosial. Ada dua kemungkinan kenapa mereka melakukan hal yang jelas-jelas DILARANG dan DIHARAMKAN oleh satu-satunya uswah hasanah/panutan kita Nabi Muhammad SAW itu; pertama, mungkin mereka tidak tahu hadist mengenai hukum mengucapkan selamat pada agama lain. Kedua, mungkin mereka sudah pernah dengar fatwa MUI tentang hukum mengucapkan selamat natal dan tetap keukeuh dengan pendapatnya tentang toleransi beragama itu berarti saling memuja muji agama, kepercayaan, serta perayaan-perayaan dari agama lain.
Aku jadi tergugah untuk berpendapat juga ah, pendapatku masih sama seperti aku pertama kali mendengar seorang ustad membacakan hadist Rasulullah SAW tentang hukum mengucapkan atau memberi selamat kepada perayaan agama lain:
"Jika seseorang menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk kedalam golongan mereka." Al-hadist.
Secara logika hadist tersebut berarti mengisyaratkan jika kita mengucapkan selamat natal kepada kaum Nasrani seperti yang mereka lakukan kepada sesamanya (seagama Nasrani), lalu kita umat Muslim ikut mengucapkannya, itu sama dengan MENYERUPAI kaum Nasrani kan???
Masa kita rela disamakan dengan mereka yang mempercayai kalau tuhan itu ada tiga, sedang kita bersyahadat bersaksi Laa ilaa haillallah tiada tuhan selain Allah SWT. "Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan Allah adalah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah." Al-Maidah: 73.
Terus kalau waktunya hari perayaan Tahun Baru Imlek Cina, lalu kita umat Islam mengucapkan Gong Xi Fat Cay kepada kaum Tionghoa penganut Kong Hu Chu, berarti kita meyakini bahwa Konfusius nama lain dari Kong Hu Chu adalah seorang nabi. Selain itu dengan tidak langsung menyiratkan kalau kita juga meyakini kebenaran kitab Sishu Wujing.
Lalu bagaimana jika kita mendapatkan ucapan selamat Idul Fitri dari teman kita yang diluar agama Islam? Oh itu bukan urusan kita, karena mungkin tidak ada larangan di agama mereka untuk memberi selamat kepada perayaan agama kita. Yang kita dapat respon dari ucapan selamat mereka mungkin hanya terima kasih sekedar ucapan menghargai perhatian mereka. Lain lagi dengan ucapan salam Assalamu'alaikum dari mereka kepada kita orang Islam. Mengacu pada sabda Nabi Muhammad SAW, wa'alaik adalah jawaban dari kita kepada ucapan salam non muslim.
Begitu indahnya Islam mengatur semua aspek kehidupan kita, jika kita mau menerimanya dengan akal sehat, hati yang bersih dari dzan atau prasangka buruk akan hukum Allah SWT.
"Tidak ada paksaan dalam beragama." Q.S. Al-Baqarah: 256 dengan jelas Allah SWT mempersilahkan manusia dengan sebebas-bebasnya untuk memeluk agama menurut yang ia yakini kebenarannya. Namun setelah kita masuk ke dalam Islam, semua hukum Allah beserta RasulNya berlaku bagi kita, tidak ada penawaran lagi. "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." Q.S.Al-Ahzab: 36.
Nabi SAW juga menitipkan pesan bagi kita pengikutnya, bahwa dengan memegang teguh Quran dan Sunnah kita akan selamat dunia akhirat.
Jadi, apakah mengucapkan selamat kepada perayaan agama lain diluar Islam merupakan toleransi atau malah menyerupai agama tersebut yang secara otomatis kita dianggap sebagai golongan mereka?
Menurut hemat penulis yang ilmunya tidak setitik embun di dedaunan pun, lebih baik kita kembali lagi kepada panduan kita yang menyebutkan lakum dinukum waliyadin ~ Bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Q.S. Al-Kafirun: 6.
Itulah toleransi yang sesungghunya, tidak ada paksaan dalam beragama. Menurutku sebagai seorang muslim yang sedang berupaya meraih Ridho Allah Ta'ala, menghargai kebebasan beragama adalah dengan membiarkan orang lain menjalankan agama serta ajaran-ajaran keagamannya dengan tidak menjual keimanan kita dengan harga yang sangat rendah yaitu dengan mengucapkan selamat kepada perayaan-perayaan agama mereka tersebut.
Walluhu'alam bishawwab.

Jagalah izzahmu wahai istri!

0 komentar
Aku sempat merasa tidak suka dilarang mengupload fotoku berpose sendiri di jejaring sosial di internet oleh suamiku. Aku niatnya kan hanya ingin berbagi kabar kepada kerabat, sahabat di tanah air bagaimana keadaanku. Lagian semenjak menikah aku jadi berpikir dua kali jika ingin berdan-dan cantik. Aku bertanya pada diriku sendiri buat siapa wajah cantik yang berpoles make-up ini? Untuk suamiku kan? Untuk yang satu-satunya berhak melihatku tampil menggoda adalah dia, suamiku. Lalu kembali ke perkara foto tadi, sebagai seorang istri tugasku hanyalah mentaati suamiku, karena ia adalah pemimpinku, yang bertanggung jawab akan semua hal yang aku lakukan, bicarakan, dengarkan dan putuskan. Akhirnya sejak saat itu aku putuskan tidak akan lagi memposting fotoku yang tampil sendiri.
Hari-hari berikutnya aku lihat teman wanitaku yang sudah menikah memasang foto manis nan cantik berpoles make-up nya di jejaring sosial itu. Hebat! Yang memberi komentar "cantik" atau memuji bukan hanya teman wanitanya tapi juga para pria yang entah ada hubungan kekerabatan denganny (baca: muhrim) ataukah memang orang lain yang iseng mengecek newsfeed dan gatal ingin mengutarakan kekaguman pada istri orang tersebut.
Aku juga ingat suatu ketika aku hendak menghubungi teman wanitaku yang lain di jejaring itu, tapi ternyata akunnya tidak aktif. Kebetulan ada fasilitas chatting YM yang dia juga aktif disana. Aku tanya perihal kenonaktifannya itu, ia jawab bahwa ia untuk sementara tidak aktif di dunia maya karena banyak hal yang mengganggu hubungannya dengan sang suami, ia tambahkan kalau ia kasihan melihat suaminya. Kasihan karena cemburu barangkali. Tapi sekarang entah kenapa ia mengaktifkan lagi akunnya. Memasang lagi foto-foto manisnya. Yang terakhir aku liat tidak sengaja, ia memasang foto dengan tampilan seluruh lekuk-lekuk tubuhnya yang bahasa sundanya bahenol (sintal), sampai (maaf) dadanya sangat jelas terekspos. Anehnya sang suami memuji fotonya itu dengan mengatakan "cantik". Hmmm suami macam apa ya yang membiarkan badan indah sang istri menjadi konsumsi publik yang mungkin saja dilihat oleh para lelaki bukan muhrim dan akan tergoda dengan pose tersebut. Padahal Rasulullah SAW pernah bersabda kebanyakan wanita penghuni neraka itu karena ia berpakaian tapi telanjang. Berpakaian tapi dapat mengundang syahwat lelaki yang bukan hak nya. Na'udzubillahimindzalik... 
Kini aku mengerti kenapa suamiku melarangku memasang fotoku yang nampang sendiri di depan publik, karena hal tersebut akan mengundang fitnah; pujian-pujian gombal dari laki-laki non muhrim, malah lebih hina lagi mengundang syahwat mereka yang bukan haknya.
Wallahu'allam bishawwab.

Ya Alloh, Lindungilah ia dimanapun kapanpun berada

0 komentar
Jam dinding menunjukkan tepat pukul 11 pm waktu Cheongju. Malam minggu yang biasanya dihabiskan dengan suasana santai, pelepas penat selama weekdays, malah biasanya orang memilih menghabiskan malam minggu ke luar rumah, cari angin, candle light dinner. Tapi aku dengan berat hati sambil mengelus rambutnya yang halus seperti bayi, membisikkan kata "bangun, sayang. waktunya ke lab lagi." Habis harus bagaimana lagi, itu amanahnya. 
Aku cek di local weather forecast, cuaca saat ini mencapai suhu minus 9!
Aku benar-benar ingin menemaninya. Melewati salju yang licin bersama-sama. Merasakan tusukan angin malam ke tiap tulang dan sendi di winter pertamaku ini. Menikmati malam syahdu tapi menyiksa karena wajah yang diterpa angin walau sudah diselimuti syal tetap akan terasa kaku karena dingin yang sungguh terlalu. Menarik nafas yang berat karena angin yang terhirup membekukan hidung, menghasilkan cairan. Membekaskan pipi kemerahan dan bibir yang kering serta pecah-pecah.
Tapi keikutsertaanku hanya akan memperlambat jalan menuju lab. Jadi aku disini menunggunya, sambil berdo'a:
"Ya Alloh, tolong lindungilah ia dimanapun kapanpun berada.."

Angklung

0 komentar
Angklung. Orang sunda mana sih yang nggak kenal angklung. Kalau ada yang nggak tau angklung itu apa, berarti perlu dipertanyakan keabsahannya sebagai orang sunda. hehe. Yang penting tau dulu deh kalo angklung itu adalah alat musik aseli dari tanah Sunda yang terbuat dari bambu yang bunyinya merdu mendayu dayu. 
Aku sendiri adalah orang Sunda, Mojang Bandung. Yang dari TK belum pernah sekalipun main angklung, megang-megang sih pernah tapi kapannya lupa ya. Di SD ketika ada acara pekan seni atau acara perpisahan anak kelas 6, aku selalu dapat bagian menari jaipong. Jadi jangan salahin kalo aku tidak pernah main angklung. 
Masuk masa SMP, SMA aku sama sekali tidak mengenal kurikuler berbau musik. Ma'lum aku masuk pesantren, di Tsanawiyyah dan Mu'allimin Persatuan Islam no 110 Manba'ul Huda, para santri nggak dikenalin kepada hal yang berbau seni. Musik paling nasyid, walau aku lebih sering dengerin lagunya Westlife ketimbang Raihan. hihi. Niatnya kan bagus buat belajar bahasa Inggris. Yay! What a feasible excuse! Musik aja nggak diajarin apalagi alat musiknya. 
Oh aku ingat, pernah sekali waktu aku pesantren di Babussalam yang hanya makan waktu setahun, setelah itu aku pindah karena ada masalah yang mendesakku harus hengkang dari sekolah itu. Dulu aku pernah main suling, lagu yang diajarkan lagu Sabilulungan, lagu yang waktu SD aku ingat dipakai sebagai backsound untuk Pencak Silat. Marvellous! Jadi begitulah, Suling dan tari Jaipong adalah satu-satunya eh dua-duanya hal berbau kesenian yang pernah aku geluti.
Lalu beranjak ke masa kuliah S1 di departemen Pendidikan Bahasa Inggris UPI aku pernah berniat sekali masuk himpunan kesenian KABUMI UPI. Dengar-dengar himpunan seni ini sering keluar negeri untuk memperkenalkan kesenian dan budaya Indonesia. Jadi selain menyalurkan jiwa seni yang tidak tersalurkan ini, kelebihan lainnya adalah jalan-jalan keluar negeri gratis. Neat!
Sayang, aku segera menyadari kalau mengikuti himpunan tersebut ada hal yang harus aku tunjukkan pada dunia publik yaitu lekak lekuk tubuh dan wajah yang selalu terpoles make up. Aku cuma takut dibilang tabarruj (bersolek berlebihan). Akhirnya aku urungkan niatku.
Dan kini aku disini, di Korea menemani suamiku. Menjadi ibu rumah tangga, mencoba berexperimen masakan-masakan baru, mencuci, menjemur, menyapu, mengepel, membaca, menulis blog, belajar bahasa Korea dll. Suatu ketika teman-teman suamiku mengajakku menjadi bagian dari performer di acara Culture Fair di kampus mereka dan suamiku. Kami berencana menampilkan permainan angklung. Kami menyuguhkan lagu Gundul-gundul Pacul dan lagu anak-anak Korea berjudul Gom Se Mari. Kami juga menyuguhkan masakan Indonesia terdiri dari Sate, Mie Goreng Jawa, Risoles dan Sekoteng.
Ternyata takdir mempersatukan aku dengan angklung malah jauuuuhhh dari ranah Sunda yaitu di Korea Selatan. Begitu lah takdir, misterius dan penuh kejutan.
Pasukan Angklung

Kuliner Indonesia

JIKJI (Part 3)

0 komentar
Sepulang ia dari Rusia kembali ke Korea dan aku kembali ke rumahku di Panyileukan, Bandung, kami seperti biasa melanjutkan komunikasi kami secara intens via sms dan YM. Tidak seperti awal-awal kami mulai menjalin dimana ia begitu pesimis akan dapat melanjutkan itikad baik kami ini karena terbentur jarak, biaya, dan banyak hal lainnya yang akan menyulitkan kami menjalin kasih apalagi menikah. Aku ingat ia sampai menceritakan secara detail tentang akan bagaimana nanti kehidupan kami jika kami sampai menikah dan ia masih menjalankan studi nya di Korea sana. Ia memperingatkanku kalau jika kami bertakdir untuk menikah, ia tidak akan bisa membawaku menemani layaknya seorang istri yang akan pergi kemana suaminya pergi istilah lainnya "long distant marriage". Ia sampai menyinggung tentang hal pemenuhan nafkah lahir dan bathin yang mungkin tidak akan terpenuhi dengan sempurna jika kami menjalani pernikahan jarak jauh. Wah sungguh pemikiran yang sangat futuristik, karena saat itu bagiku mengenalnya saja juga sudah cukup. Aku tidak berharap pada laki-laki lagi setelah dihianati, dicapakkan dan ditinggalkan dengan sejuta harapan oleh laki-laki yang ternyata hanyalah banci, karena mengucapkan selamat tinggal pun ia tak sanggup. 
Tanggapanku pada pemaparan kenyataan yang baru akan kami hadapi itu aku tanggapi dingin. Aku hanya menunjukkan bahwa aku wanita kuat dan istimewa, jika ia menginginkan kecantikan dan semua kelebihan yang Allah SWT anugerahkan padaku, ia pasti akan melakukan apapun; walau harus lintasi lautan, benua, dan langit sekalipun. Aku toh tak rugi apapun jika ia mundur seperti yang sebelumnya. Aku akan terus menanti seseorang yang ingin memperjuangkan dan mengimplementasikan niat suci mengabadikan "mitsaqon ghalidza" atau ikatan kuat pernikahan dihadapan Allah SWT, orangtua kami dan para tamu dan malaikat yang dimuliakan.
Namun keraguanku dan keapatisanku dijawabnya dengan sebuah email yang berisi keyakinannya tentang hubungan kami:

Assalaamu 'alaikum...

mas abis sholat. kurang khusuk, memang  susah mencapainya..

dalam ketidakkhusuan, mas ingat sering tulis "time is part of solution..."  sedang Allaah menciptakan segala sesuatunya berpasang-pasangan. dengan demikian muncullah "time is part of problem...". mas mau ajak fitri melihatnya dari sisi yg berbeda meski tidak memungkirinya... kita ubah jadi "time is part of challenge..." so, let it be our paradigm. dalam challange ini kita pilah mana problem dan mana solution.

dengan bekal paradigm yg Allaah tanamkan dalam hati dan pikiran, bersiap dirilah menghadapi segala kemungkinan. paradigm ini menjadi kaki tangan kita pada iman dan islam yang telah Allaah tanamkan. meski buah amal dari paradigm itu tidak semudah mengetik imel ini, setidaknya sudah melangkah dari reference paradigm.

keep praying solemn

mas
:) senang

Lalu menyusul smsnya berisi : Lekaslah tidur siapa tahu ada jawaban malam ini.
Tanpa mengubah hatiku yang tak mau lagi terlalu percaya pada janji dan ucapan manis laki-laki, aku menanggapinya dengan baik, sebaik niat baiknya. 
Dua hari kemudian ketika aku pulang mengajar, ibu dengan biasa menyambutku dengan senyum dan kasih hangatnya. "Ada sesuatu yang istimewa buatmu". Wah apa ya apa aku dapat hadiah mobil dari BANK yang aku menabung uang padanya? hehe. Ternyata lebih dari itu, ibu menyerahkan sebuah amplop ukuran HVS berwarna coklat padaku. Dengan penasaran aku buka dan ku ambil kertas HVS didalamnya. Surat itu ternyata permintaan dia kepada bapaku untuk menjadikanku sebagai istrinya. Aku terharu. Lalu aku buka satu buah amplop lebih kecil berwarna hijau lembut bertabur bunga-bunga kering. Ibu tersenyum sumringah melihat anak putri pertamanya mendapat surat lamaran dari seorang laki-laki jantan, seperti aku mendengar ibu berdo'a semoga inilah jodoh anaknya.
Dengan perasaan haru bahagia, aku buka surat dalam amplop itu. Ia berniat menjadikanku sebagai istrinya. Dan yang paling menyentuh relung hatiku adalah kata-kata terakhirnya, "Semoga mas bisa menjadi suami sesuai tuntunan Rasulullah SAW". 
Keesokan hari janjinya untuk menelepon ayahku ia laksanakan. Aku dengar mereka berkenalan di telepon dengan antusias. Saling mencoba mengenal satu sama lain, walau hanya melalui suara saja. Lebih dari setengah jam mereka bercakap. Bapa mengakhiri pembicaraan, khawatir pulsa internasional menggerus isi kantongnya. 
"Dewasa." Bapaku berkomentar tentangnya.
"Diplomatis." Komentar ia tentang bapaku.
Tentu saja bapa adalah seseorang yang sangat pandai memperindah kata-katanya, niatnya pun tersampaikan dengan mudah. Intinya jika memang niat suci itu benar, buktikanlah. "Selamat menjalankan tugas studi dan tugas-tugas lainnya." Bapa menutup pembicaraan mereka, pembicaraan antara laki-laki sejati.
Keesokan hari aku bertanya padanya kapan kira-kira keluarganya akan datang ke rumah untuk bersilaturahim dan mengenal satu sama lain. Tak disangka dengan mantap ia mengatakan hari minggu ini keluarganya akan ke rumah ku. Wow! Cepat sekali. Yang mengagetkanku lagi, orangtuanya nanti akan langsung melamar aku untuknya. Ya Allah.. Semoga ini benar-benar jawaban dari istikharah kami.
Hari minggu itu tiba, hari dimana akan ada keluarga yang melamarku untuk salah satu anak laki-laki mereka. Yang membuatku sedih hanya satu, laki-laki itu tidak akan ikut datang karena masih belum waktunya pulang ke tanah air. Sampai saat itu, aku tidak pernah tahu seperti apa laki-laki yang akan melamarku dan akan menjadi suamiku. Pantas saja banyak orang yang ragu dengan keputusanku menerima lamarannya. Mana mungkin aku tidak pernah bertemu dengan calon suamiku sampai satu minggu sebelum pernikahan kami? 
"Nikah itu sekali, jadi harus cocok semuanya. Kita suka nggak dengan cara dia bicara, cara dia berperilaku, dll. Sifat asli seseorang tidak akan terungkap kalo cuma ngobrol via chatting loh. Hati-hati aja banyak penipuan lewat FB sekarang ini." Aku hanya diam, kadang berbohong kepada mereka yang bertanya berapa lama kami ta'aruf dan apakah kami sudah bertemu muka. Kata-kata dan cibiran mereka hanya melemahkanku saja.
Sekitar pukul 11.30 mereka sampai di rumahku. Hatiku berdegup kencang, aku lihat sebuah city car dan motor bebek berhenti di depan pekarangan rumah. Satu per satu penumpangnya keluar. Aku, bapa, ibu, adik serta nenekku menyambut mereka dengan senyum terhangat kami. Aku perhatikan seorang wanita sedang hamil menyerahkan bingkisan, itu kakaknya, anak pertama dari tiga bersaudara. Lalu wanita sepuh berbaju dan kerudung putih itu sang ibundanya, lalu laki-laki seouh berkopiah putih itu adalah ayahandanya. Ditemani dengan adik ipar, kakak ipar, dan seorang sepupu sebagai petunjuk jalan karena ia kebetulan tinggal di Cimahi.
Prosesi lamaran dilaksanakan setelah sholat dzuhur. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Aku benyak diyakinkan oleh keluarga termasuk istri dari sepupunya bahwa ia adalah seorang laki-laki yang baik, seorang pemuda masjid.
Lalu tanggal pernikahan kami pun segera ditentukan sesuai dengan permintaannya yaitu tanggal 10 September 2011. Kami menyetujui. Ibunya lalu menyerahkan amplop untuk tambahan biaya acara akad dan resepsi nanti kepada ibuku.
Tak terasa waktu telah beranjak sore. Mereka, yang insyaallah akan menjadi keluarga kami, pamit pulang.
Aku langsung menyambar laptopku mengabarinya kabar baik ini. Ia langsung mengucap syukur, kami mengucap hamdallah. Ia lalu pamit untuk offline karena akan segera mencari kontrakan bagi kami nanti.
Dua bulan kedepan adalah dua bulan tersibuk dalam hidupku. Sibuk mempersiapkan hari indah itu, dan sibuk menghadapi pesimisme orang-orang disekitar.
But this love must go on no matter what they say.
Bapa, Amru dan Mama
to be continued..

It's snowing!

0 komentar
Tadi malam aku mendapatkan teman baru, Sarah yang berasal dari Malaysia, negara tetangga kita, dan Nilay dari Turki. Kami bersama teman kami Witha pergi menengok teman kami yang sedang hamil dan nampaknya kurang sehat. Pukul 8 malam kami sampai di rumahnya, beserta cake yang kami bawa sebagai tanda sayang dan perhatian kami. Sehabis ngobrol kesana-kesini, kami pamit pulang sekitar pukul 10 malam. Ketika melangkahkan kaki keluar, samar-samar kami lihat bulir-bulir putih sangat kecil jatuh dari langit. Oh ternyata salju. Bagi yang berasal dari negara tropis yang hanya menyaksikan dua musim yakni musim penghujan dan kemarau, salju adalah satu-satunya pengobat hawa dingin yang menusuk tulang dan sendi kami. Namun hanya sekilas, lalu bulir salju itu dengan segera hilang ditelan angin malam yang sangat mencekam.
Lalu pagi eh salah siang, maaf selama musim dingin ini siang nampak terasa sangat pagi karena matahari enggan menampakkan wajahnya. Siang ini BERSALJU! Indahnyaaaa ini benar-benar salju, walau hanya seperti gerimis, belum deras, tapi wujudnya dapat ku raih mendarat di telapak tanganku. Langsung mencair karena suhu tubuhku yang hangat dibantu oleh heater di dalam rumah. Ia mendarat lagi di sweater ku. Ku lihat dengan seksama indah nian, amboyyy cantiknya salju itu ya. Memang sesuai dengan apa yang digambarkan orang-orang selama ini. Seperti ini:

Kau Jeju-ku

0 komentar
Setiap embun pagi menyapa jendela rumah kami, aku memohon pada Illahi, "Lindungilah ia ya Rabb, lancarkanlah semua urusannya, maafkanlah kesalahan dan khilafnya, ringankanlah beban di pundaknya, karuniakanlah ilmu yang luas, anugerahkanlan rizki yang luas dan barokah, tenangkanlah hatinya dengan mengingatMu, serta lapangkan dan bahagiakanlah selalu hatinya" Semoga para malaikat mengamini do'aku, do'a untuk suamiku.
Kau Jeju-ku karena pengabdianku berada di gunung Halla ridhamu.
Kau Jeju-ku karena kau raja di istana Oreum kita.
Keu Jeju-ku karena di samudera hatimu ku menyelami arti kehidupan; memupuk kesabaran, menanam keikhlasan, menapaki hari-hari dengan kesyukuran, menyemai hasil memberi, menerima dengan senyum Gamsahamnida.
Kau Jeju-ku karena kau matahari terbit di ufuk hatiku, kau bulan yang bersembunyi di senja jiwaku.
Kau Jeju-ku, cintamu bermekaran di taman hatiku.
Kau Jeju-ku, kau angin lembut yang melantunkan ayat-ayat Tuhan dengan merdu.
Kau Jeju-ku, sebelum mata ini tertutup witir kita persembahkan.
Karena kau Jeju-ku, keajaiban di duniaku.
Pic by Dika


Renungan Indah karya W.S. Rendra (alm)

0 komentar
Ketika semua orang memuji milik-ku
Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya:
Mengapa Dia menitipkan padaku ?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu ?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas, dan
kutolak sakit,
kutolak kemiskinan,
seolah semua “derita” adalah hukum bagiku
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika:
Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”,
Dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku
Gusti,
Padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”….

The Sweetest Dream in a Nearly-Winter-Slumber

0 komentar
Taken from www.balloonplanet.com
He was crying, but then I caressed and embraced him tenderly, warmly and tightly. He smiled and continued his slumber. I knew he was everything for me, like my world; he rules my thoughts, my heart, my feelings. Suddenly, he disappeared. He's gone. My dream son is not yet to be mine. Maybe someday we'll meet, we'll gaze each other's eyes, we'll hear one another's heart beat. I love you, son, long long before we actually meet; before we eventually belong together, only us. 
*P.S. Whether it is a baby girl or a baby boy, mom's extremely gigantic love remains the same...



Get to Know SECRET GARDEN

0 komentar

Recently, I'm attempting to memorize the lyrics of an awesome song entitled Na Ta Na, besides the fact I start to fond of this movie, I also need to improve my Korean language skill :) Best luck to me then...최고의 행운...정신!!!

JILBAB = Identitas Wanita Muslim

3 komentar
Jilbab itu tanda ketaatan seorang muslimah 
"What is in name?" ujar Shakespeare. Apalah arti sebuah nama? Yang pasti nama itu sangat penting eksistensi dan fungsinya. Tanpa nama sesuatu dan seseorang akan menjadi tak berarti. Sesuatu menjadi mudah dikenali karena namanya. Jika kita ingin menabung uang, misalnya, kita tahu bahwa tempat yang tepat yang akan kita tuju itu bernama Bank bukanlah Restoran. Itu sebabnya nama merupakan identitas awal yang paling penting dan utama dimanapun kita berada. Coba kita ingat-ingat setiap kita mengisi formulir entah formulir masuk sekolah, formulir nasabah baru, atau formulir surat pengantar nikah, kolom pertama selalu diisi dengan nama.
Pun ketika kita belajar bahasa asing, perkenalan atau introduction selalu diajarkan paling awal: Maa ismuka? 당신의 이름은 무엇입니까? Comment t'appelles tu? Wie heißen Sie? Apka shubh nam kya hai? Come ti chiami? Anata no onamae wa? Kak tebya zavut? Namina saha? Siapa nama kamu? What is your name?
Bayangkan jika kita tidak mempunyai nama. Mungkin orang akan memanggil kita dengan "Hey", "Woi", atau mungkin "Cuy", bisa juga "Ciiinnnn".
Selain itu nama juga merupakan jelmaan dari do'a kdua orang tua yang memberikan nama tersebut. Ada hal yang sangat menggelikan tentang nama ketika pamanku melakukan sensus bagian pelosok tanah air kita, ada seseorang yang bernama (maaf) Tai Satumpuk. Semoga saja berita itu hanya guyonan. What a creepy name, right?! 
Lalu apa hubungannya dengan judul celotehan ini yaitu JILBAB. Yups sangat berhubungan erat, kawan. Jilbab itu fungsinya sama seperti nama: identitas pertama, utama, penting sekaligus wajib, bagi siapa? Bagi kaum perempuan yang beragama Islam atau biasa dipanggil Muslimah atau wanita Muslim.
Dalam surat Al-Ahzab ayat 59 diatas jelas disebutkan kata-kata imperative atau perintah bagi kita, wanita Muslim, untuk menutup aurat kecuali wajah dan telapak tangan yaitu dengan kain yang menutupi dada atau jilbab.
Jika ada seorang muslimah yang belum berjilbab karena mempunyai alasan ingin menJILBABI HATI dahulu, sepertinya alasan itu sangat tidak berlandaskan pasa syariah Islam. Kata-kata itu seperti senjata melawan perintahNya yang jelas-jelas menganugerahi tubuh kita yang sehat wal 'afiat dan indah ini secara gratis. Allah SWT menganugerahi kita dengan fisik yang sempurna, namun kita malah melawan perintahNya untuk menjaga tubuh yang Ia titipkan ini untuk kita. Sebenarnya, malah dalam istilah Islam saja kalimat menJILBABI HATI itu TIDAK DITEMUKAN sama sekali. Jilbab itu dipakai di fisik bukan psikis. Masalah hati lain lagi pembahasannya. 
Jika ada lagi alasan lain untuk menolak Jilbab dengan "lebih baik tidak suka bergosip membicarakan keburukan orang lain tapi tak berjilbab" daripada "berjilbab tapi masih suka bergosip", hal itu lebih ironis lagi. Perlu diingat bahwa menutup aurat dengan jilbab itu hukumnya WAJIB, sedangkan hukum meninggalkan yang wajib itu berdosa. Apa seseorang yang tak berjilbab bisa dibilang luput dari dosa bergunjing sedangkan kewajiban menutup aurat saja belum dilaksanakan? Kalau pun iya tidak pernah bergunjing (walaupun rasanya tidak mungkin..) dan berarti lepas dari dosa gibah, bagaimana dengan kewajiban menutup aurat yang belum terpenuhi? Apa dosa tersebut terhapus dengan tidak bergunjing? Wallahu'allam
Allah SWT berfirman:
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." Q.S.Al-Ahzab: 36
Berbicara tentang jilbab diluar konteks hukumnya yang wajib, kita mungkin bisa membahas tentang keuntungan berjilbab.
  1. Sebagai identitas. Muslimah yang berjilbab bisa dengan mudah dikenali dari pada muslimah yang belum berjilbab. Dengan ini kita tidak akan disamakan dengan wanita yang beragama lain. Jilbab juga bisa menjadi indikator keimanan seorang muslimah, hal ini sebagai tanda awal dari ketaatannya pada Allah SWT dan RasulNya.
  2. Sebagai pelindung. Terlepas dari kabar sekitar tahun 2004 di Bandung dimana sekelompok muslimah berjilbab yang, maaf, diperkosa sepulang dari mengaji di DT, Geger Kalong (asuhan Aa Gym) (hal ini mungkin terjadi karena kondisinya yang pulang larut malam), menutup aurat jelas akan melindungi kita dari bahaya tatapan dan nafsu birahi laki-laki. jelas sekali bagi kaum muslim untuk menjaga pandangannya sedang bagi muslimah untuk menutup auratnya yang mengundang syahwat. Sungguh Islam sangatlah seimbang dalam menyikapi segala sesuatunya.
  3. Sebagai penjaga izzah atau kehormatan. Muslimah berjilbab biasanya lebih dihormati dalam pergaulannya, misalnya laki-laki tidak seenaknya memegang tangan, merangkul atau mungkin berkata-kata yang tidak sopan. Terlepas dari fenomena saat ini dimana banyak muslimah berjilbab tapi masih berpegangan tangan dengan yang bukan muhrim, apalagi pacaran, berjilbab tapi tidak menutupi sampai dada, berjilbab tapi jenis pakaian transparan dan atau ketat, jilbab tetaplah mulia adanya namun menjadi disfungsi dan menciptakan salah kaprah karena perilaku salah dan menyimpang yang keluar dari syariat Islam tersebut. Jadi yang mungkin dipersalahkan adalah pelakunya bukan jilbab bahkan menyalahkan muslimah lain yang berjilbab sesuai dengan syariah, menutup aurat kecuali wajah dan telapak tangan, pakaian longgar dan tidak transparan.
  4. Sebagai dakwah. Meski kita tidak memiliki talenta seperti Mamah Dedeh yang lantang menyuarakan ayat Allah, mungkin hal yang paling sederhana yang bisa kita lakukan dalam menyebarkan kalam Illahi yaitu dengan jilbab yang kita pakai ini. Kita dengan tidak langsung menyeru, memberikan model kepada saudara muslimah kita yang lain agar mau segera menutup auratnya. Jika ada muslimah lain yang tertarik memakai jilbab karena keanggunan penampilan juga perilaku serta ucapan kita, insyaalloh dakwah ini akan berganjar pahalaNya. 
  5. Penampilan yang lebih anggun, cantik dan feminin. Coba sekarang bandingkan Marshanda sebelum dan sesudah ia berjilbab. Mana yang lebih anggun? Atau Inneke Koesherawati yang wajah indah berjilbabnya hilir mudik di iklan maupun program tv. Lebih anggun, cantik, feminin dan terhormat kan?
  6. Silahkan kawan-kawan sebutkan keuntungan lainnya dari menutup aurat...pasti masih sangat banyak ya.
Semoga makin banyak saudara muslimah kita yang segera menutup auratnya dengan berjilbab, karena menjadi muslim apalagi kita sejak lahir dan dibesarkan di keluarga muslim adalah nikmat yang seharusnya tidak kita sia-siakan dengan mengabaikan perintahNya ketika kita bernafas dan diberi kesempatan untuk meperbaiki diri, sebelum tiba saatnya sudah tidak bermanfaat lagi penyesalan dan permintaan ampun kita pada Allah SWT.
Wallohu'allam bishowwab.
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." Q.S. Al-Maidah: 3

PAPERMAN: A Movie Review

1 komentar
Witty!


Exposition:
Richard Dunn is regarded an unsuccessful author of literature books. In his around 50s of age, he decides to move to  Long Island to cope with his writing setbacks. Having a brainy, prominent, charming wife Clair Dunn, whose career is a surgery doctor, does not make him happier with his life. Even he finds out often time that they cannot get along with each other either in making points of view about certain thing, such as he considers a Lobster is a creature that must be protected not being eaten or consumed, while his wife as many people do, sees it as an edible animal, or in doing particular activities, like he is so old fashioned in living his life like he does not like driving cars but he feels like riding his bike anywhere instead. To worsen the high tension grown between them, they do not have any children, which is actually one another's regret. 
In the process of getting back his passion in generating a book, he has got a company, like a super hero, written in his outfit a letter E stands for Excellent, to be precise Captain Excellent. Anytime Richard is in trouble, he will always be there helping him or even only listening to his grouch and sometimes giving him an advice. Not to mention that their marriage relationship also needs repairing. 
Rising action:
Richard, himself, is an ignorant, silent, clumsy, careless, tense, yet kind, and attentive man finds something in common with Abby, a 17 year-old-girl whom he meets in the neighborhood accidentally and asks her about babysitter he needs, she finally willing to do it. In her first day working as his babysitter, Abby fascinated him by making a soup. He is truly thankful of her so that he asks her to do the same thing the following weeks. While waiting for Richard to come home, Abby is surprised by the presence of her secret admirer, Christopher, who follows her anywhere she goes though she keeps disregarding him and looking him down.
Climax:
It has been weeks Richard tries to start writing his ideas onto the paper through a typing machine, which he prefers to use rather than the iMac laptop his wife rewards him as a motivational action towards his productiveness of generating a book of literature. However, it has been a couple of weeks he is still incapable to produce even any single words. Every time he commences to write, the captain Excellent is always there to disturb him that causes him cease to write a story. Meanwhile, his companionship with Abby is undoubtedly getting closer so that they are bewildered themselves what they feel one another. Are they purely friends or is there something must be read between the line. It seems that they are comforting each other's presence. Until one day his wife catches them getting up from sleep together on a couch in their house. But really there is nothing happens between them. Since then, they decide to draw away for goodness.
Falling action:
Ricard finally buries the hatches with his wife. They get together again and try to continue their nearly wrecked marriage. As a last goodbye, he sees Abby in her house and gives her a Swan origami paper to her.
Resolution:
Feeling in a blue, Abby reads a letter inside the Swan origami. It is written an introductory paragraph of his piece of a story writing. Right after she finishes reading, she finds her secret admirer committing a suicide by hanging up himself on her bedroom roof.
Meanwhile, at last Richard unwillingly says goodbye to captain Excellent, who always been around accompanying him. He decides to move on his life without the captain's assistance nor his company.
Conclusion:
This movie actually depicts the condition where two people with something in common, in this case a solitude, will inevitably attract one another and share their feelings, thoughts, and imagination together. In order to remove the despair of being lonely, they create their own imaginary companion, Richard with captain Excellent and Abby with her secret admirer. Nonetheless, when finally they can discover the way how to kill the solitude by talking to each other, by understanding one another's feeling, by putting oneself to another's shoes, they are able to discard their imaginary friends. They bury all their devastating memories by carrying on their lives though separately. By meeting and separating they actually find their lives make sense and worth living. 
The casts:

  • Jeff Daniels as Richard Dunn
  • Lisa Kudrow as Clair Dunn
  • Ryan Reynold as Captain Excellent
  • Emma Stone as Abby
  • Kieran Culkin as Christopher 

Rate: For me especially, I rate this movie 4 stars since there are lots of moral lessons and virtues we can learn, not to mention that the ending is not that easy to predict. This movie is kinda something else. So, why not watching it,pals?!

Ied Adha 1432 H

1 komentar
Waktu menunjukkan pukul 5.00 pagi bagian Korea Selatan, tepatnya di wilayah Cheongju, Chungcheongbuk-do. Aku bergegas bangun sambil masih terkantuk-kantuk. Langsung mandi, bangunin dia, sambil nunggu dia mandi aku masak-masak untuk sarapan, ada goreng ubi, nasi dan lauk pauknya. Juga jus jeruk. Lalu kami sholat subuh berjamaah sekitar pukul 5.30, karena itu lah waktu masuk fajar untuk wilayah Cheongju. Setelah itu kami sarapan sambil santai sampai tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 5.55. Akhirnya dengan nekat kami tetap pergi walau kami tahu nampaknya sulit untuk mengejar bis pertama yang pergi tepat pukul 6.25. Tepat pukul 6.00 kami keluar kontrakan. Berjalan sambil lari, seperti atlet jalan cepat, *sighing, panting. Hah heh hoh aku dibuatnya, ternyata jarak dari kontrakan ke halte bis lamanya sekitar 20 menit. Yah alhamdulillah kami sampai di halte 5 menit sebelum bis datang. Di dalam bis 2 teman kami sudah menunggu.
Selama perjalanan, embun menutupi seluruh kaca bis. Aku makin dibuat ngantuk jadinya. Tak terasa satu jam berlalu dan bis mengantarkan kami ke tempat bernama Daejon. Kami sampai di tempat tujuan kami untuk sholat Ied Adha yakni di KAIST.
Disambut Soang eh Angsa
Kami langsung menuju tempat sholat. Ehem..bayanganku akan sholat dilapangan yang penuh dengan sajadah yang berwarna-warni nan indah seperti di Bandung, namun imajinasiku tersebut tergantikan oleh pemandangan lapangan badminton yang dihiasi bapa-bapa dan adek-adek yang main badminton. Mereka main seruuuuu banget sampai tidak ngeh kalau kami di kursi penonton bukan lah menonton mereka melainkan menanti mereka nyingkah alias pergi dari lapangan secepatnya dan memberikan kami kesempatan untuk ibadah sunnat yang satu tahun sekali ini.
Atosan heula ah, emang na bade uih!
Alhamdulillah, setelah sekitar 20 menit menunggu, kami bersiap-siap sholat ied. Diawali dengan Takbir:
Allahu akbar Allohu akbar Allohu akbar
Laailaahaillallohu wallohu akbar 
Allohu akbar walillahilham
Allaahu akbar kabiiraa walhamdulillaahi katsiiraa
wasubhaanallaahi bukrataw wa ashillaa
Laa ilaaha illallallahu walaa na'budu illaa iyyaahu mukhlishiina lahuddiin walau karihal kaafiruun, walau karihal munafiqun, walau karihal musyrikun. Laa ilaaha illallaahu wahdah, shadaqa wa'dah, wanashara 'abdah, wa a'azza jundah, wahazamal ahzaaba wahdah. Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar walillaahil hamd.
Ini kali pertama dalam hidupku sholat ied Adha, menghabiskan hari raya, tanpa ibu bapa dan keluargaku di dekatku. Kini aku berada di tengah muslim dan muslimah dari beberapa negara lain, seperti Pakistan, Filipina dan Bangladesh.
Selesai sholat ied kami lalu menuju gedung lain untuk menyantap makanan. Kami disuguhi nasi kuning ala timur tengah, nggak tau apa namanya. Rasa kunyitna sangat terasa, potongan dagingnya empuk, kacang polong dan jagung manisnya juga enak, namun sayang nasinya bercampur beras alias belum matang.
Di bawah pohon merah
Setelah makan, kami berunding akan langsung pulang atau pergi ke tujuan selanjutnya untuk menyantap sate gratis di Mushola Annur. Kami sepakat untuk mengambil kesempatan langka ini, sate gratis gitu loks..
Kami menuju Mushola Annur dengan bis selama sekitar 40 menit. Setibanya disana waktu menunjukkan pukul 11.00. Namun sate mentah masih buanyakkk. Kami dengan sabar dan manis menunggu para bapak-bapak mengipasi sate yang nampaknya sih tidak kegerahan. Oh salah itu cara menyate, dikipasin, dibakar diatas arang. 
Cup cup cup, cepat mateng ya sateku sayang!
Tik tok tik tok. The clock is ticking. The time is flying. Sampai waktunya sholat Dzuhur, si sate belum juga beres bibakar. Cacing di perut kami mulai gelisah seperti majikannya.
Resah dan gelisah, menunggu disini...
Waktu menunjukkan pukul 13.30 setelah selesai solat Dzuhur berjamaah, para bapa langsung duduk melingkar dan mengadakan sebuah forum yang membuat para cacing kami berdemo makin hebat. Forum itu membicarakan tentang kebijakan pemerintah tentang para TKI kita, ya things like that lah. Aku sudah tidak bisa mendengar dengan jelas lagi karena mataku yang agak kunang-kunang seperti melihat kambing, ayam dan sapi yang montok-montok tepat di depan mukaku.
Oh ternyata itu sate, iya kan?!
Para bapa masih bercuap-cuap tentang entah apa, dengan muka pengen a.k.a mupeng kami memperhatikan sate seperti melihat Afgan Syah Reza sedang menyanyikan lagu Bawalah Pergi Cintaku di atas panggung. Lalu tiba-tiba saja ada laki-laki yang memperhatikan kami, kalau tidak salah dia yang juga ikut membakar si sate. Ia mengijinkan kami untuk mengambil satu piring dan mempersilahkan kami juga untuk langsung makan.
Yippieee, at last after all these torturing hours waiting for satay, we ate them greedily. *grin :D
Setelah itu kami SMP (Sudah Makan Pulang), pamit pulang kepada teman-teman muslim setanah air, berterima kasih dan dadah dadah. 
Kami lalu bertolak ke terminal bis naik taksi, gaya, padahal kami tidak tahu kalau jaraknya ternyata dekat. 
Kami lalu membeli tiket dan ketika waktunya tiba bis kami datang kami naik dan waktunya tidur lagi di bis.
Tiket bis dari Daejon ke Cheongju
Praise be to Alloh The Al Mighty, ied Adha tahun ini indah dan berkesan. Seindah jalanan yang terselimuti daun berguguran.
Sesyahdu hari rayaMu
Pintaku ya Alloh, agar aku, kami bisa menjadi hambaMu yang patuh laiknya Nabi Ibrahim as yang taat pada ta'wil mimpiMu dan Nabi Ismail yang taat pada perintah ayahnya.
Agar Ied Adha tahun depan Kau masih pertemukan kami, dan kami mampu memenuhi janji kami untuk berkurban. Berkurban dari harta yang telah Kau anugerahkan pada kami. Mudahkanlah hati kami, semudah jika kami membelanjakan harta itu untuk kepentingan dan kesenangan kami semata.
Perkenankanlah ya Alloh ya Mujibuddu'aa...

My First K-Job

0 komentar
If our teenagers are crazily familiar with K-Pop, which stands for Korean Pop, I'll tell you another thing related to K-Job also-known-as Korean Job. 
Shinee (and other K Boysbands) is not my cup of tea :p
What the heaven is that thing? Have you ever heard that before? Nope, well let me tell you that K-Job refers to the occupation that certainly earns some money, and to tell you proudly I was thrilled to have my first job in Korea. Yeah, working in this country considering my inability to speak Korean and being a non-native speaker of English limit my probability to work. 
Anyway, my first K-Job (hopefully there will be upcoming jobs toward me afterwards..) was way too distinctive from my prior job as teacher. 
Precisely two weeks ago on Saturday night, right after I intentionally visited a Hanbok boutique because it was someone in Indonesia that asked a favor of mine to check the price of it and intended to buy it yet finally she decided not to buy it due to the very expensive price (what a disappointing result, huh?), I had the job offer from someone who actually works in the Foreign Ministry and he is here to carry out a duty. He advertised the job vacancy in the email group. Seeing this as a good chance, my husband responded. But no direct reply from him. We were disappointed again, we thought the job has been placed by another applicant. 
my first won, yay!
In the following morning, when it came to the time for my husband to take TOEIC test, I heard a notification sound from the email. I opened it then there it was the email from him. I was surprised that he gave me the job description right away along with the payment description would be paid to me shortly after I finish the job! and it was 90 thousand won. What a huge amount of money when it is converted to our rupiahs: You wonder? Check this out, fellas
Compared to the job that must be accomplished, that payment was highly beyond expectation. What I must do was searching for names of companies in three categories then put them in the list. It took me around a day to do it, not to mention that I had to take care of my husband and the house, cook, clean up, wash the dish and so on. I was gratefully thankful to Allah SWT for giving me this opportunity. 
By having accomplish this job, we could afford a new hp, food, snacks, and even a new pair of used but neat shoes for me! I just wanted to make it as a memorable thing from my first K-Job.


neat!