JIKJI (Part 2)

Aku sedikit terburu-buru menaruh nampan makanan cepat saji di atas meja. Sambil memperhatikan kawan semasa kuliahku dulu di English Education Department, UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) yang duduk dihadapanku, aku bertanya "Jadi apa artinya nih,mi?" "Oh ini yang baris atas tuisan nama kamu di Hangul atau bahasa Korea 티티ᄒ 라티ᄒ 사비ᄐ리 리도ᅥᅡᆫ. Nah kalau tulisan yang di baris ke dua itu bacanya Saenghil Cukkahamnida artinya Selamat Ulang Tahun." Rasa bahagia merasuk ke dalam sukmaku. Aku tak tahu kenapa rasanya seperti mengenal pengirim kartu pos ini dengan baik, padahal kenyataannya bertemu langsungpun belum pernah, mendengar suaranya lewat telepon pun juga belum pernah. Mungkin perasaan tulus darinya menular padaku yang pada awalnya hanya ingin mengenal seseorang "high profile" dosen Fisika di salah satu perguruan tinggi negeri yang sedang melanjutkan perjalanan tholabul 'ilmi nya di negeri Ginseng, Korea Selatan. Tak terbayang bahkan mimpipun tidak, bahwa ia akan mau serius menjalani ta'aruf jarak jauhuuuhhhh seperti ini. Namun mungkin benar apa yang dinyanyikan oleh Savage Garden bahwa seseorang bisa saja mencintai kekasihnya jauh sebelum mereka bertemu - I knew I loved you before I met you.
JIKJI ternyata merupakan suatu museum penyimpan benda bersejarah terutama berkaitan dengan manuskrip pertama tulisan bahasa Korea. Ia ternyata berharap suatu ketika jika kami ternyata berjodoh ia akan mengajakku pergi ke museum tersebut, dengan kata lain aku mungkin harus ikut menemaninya tinggal di Korea nun jauh disana.
Hari itu juga aku temukan email yang nampaknya special karena ada lampiran file berbentuk Word yang berjudul Surat ^_^ Untuk Fitri. Tak sabar aku membuka file itu, namun keinginanku terbentur password yang sampai dua minggu ke depan belum juga bisa aku pecahkan. Ia yang mengirimiku surat hanya memberikan petunjuk-petunjuk yang tidak bisa juga aku kuak. Aku benar-benar putus asa.
Perkenalan kami terus berlanjut, chatting menjadi salah satu menu wajib kami tiap hari. Aku juga tidak mengerti kenapa aku sampai mau berkorban membeli modem yang harganya lumayan hanya agar kami bisa chatting lebih leluasa. Sebelumnya aku hanya mengandalkan pelayanan wifi/hot spot dari tempat kerja ku.
Awal Juni ia memberikan kabar jika ia akan menemani Professor ny menghadiri konferensi Fisika di Ekaterinburg, Rusia selama kurang lebih satu minggu. Jadwal kegiatannya disana nampaknya akan padat. Akhirnya perkenalan kami tertunda selama itu, aku mengerti ia tidak bisa mengabaikan tugas study-nya hanya demi perkenalan dan menjaga hubungan kami. Tapi ada pesan singkat yang membuatku teguh menjalani hubungan dengannya, ia berpesan agar aku terus melakukan solat istikharoh demi kelancaran hubungan kami karena kemungkinan ikhtiarnya tidak akan optimal ketika berada di konferensi nanti.Aku yakin, bukan yakin pada manusia yang suka ingkar janji, tapi yakin akan janji Alloh yang janjinya selalu ditepati. Aku yakin dengan meminta pertolongannya melalui solat istikharoh, cepat atau lambat jawaban dari hubungan kami ini akan terjawab dengan pernikahan atau sebatas silaturahim sesama sodara seakidah saja.
Hari-hari ketika ia memulai konferensinya di negeri nun lebih jauh disana, di Rusia, aku mulai merasa kehilangannya. Kehilangan pembicaraan kami yang sarat dengan kehausan, kehausan ingin mengenal satu sama lain, kehausan akan ilmu yang sering aku reguik dari kemapanan cara berfikirnya, kehausan akan nasihat-nasihat atau hikmah yang ia berikan lewat cerita-cerita ringan juga kehausan candaan-candaan yang menbuatku tersenyum simpul sampai tertawa terbahak-bahak. Aku tak tahu apa ia juga merasakan hal yang sama. Namun di tengah agendanya yang cukup padat, ia tetap menyempatkan untuk menjawab email-emailku dan mengirimiku hasil dari analisanya tentang karakteristikku melalui tanda tanganku yang aku kirim via email. Analisanya tentang sifatku kurang lebih sesuai dengan kenyataan. Aku sedikit terkejut ketika ia melakukannya, aku juga sempat paranoid, khawatir jika sifat burukku terungkap ia akan pergi meninggalkanku seperti yang sebelumnya. (trauma.com ^_*) tapi thanks God semua itu tidak perlu aku alami lagi.
Hari terakhir ia di Rusia, aku harus menemani adikku ke luar kota tepatnya ke Garut untuk mengikuti ujian masuk Pesantren Persis Tarogong. Laptop aku bawa untuk memulai kembali chatting dengannya. Malam minggu itu aku terduduk di kasur bersama laptopku, menyambung kembali komunikasi kami yang sempat tertunda selama satu minggu. Obrolan kami seperti biasa mengalir begitu saja seperti air sungai yang mengikuti arus dengan riak-riak kecil yang ceria. Lalu tiba-tiba ia menyinggung tentang file yang harus dibuka dengan password yang belum juga aku bisa ungkap. Akhirnya ia memberikan passwordnya, JIKJI. What? Why wouldn't I think of it? ya sudahlah akhirnya seketika itu filenya pun terbuka isinya membuat air mataku meleleh. Belum pernah aku menerima surat seindah itu seumur hidupku. Subhanalloh Alloh menyempurnakan usiaku yang beranjak 25 tahun menjadi seorang wanita yang dicintai dengan cara yang mulia oleh lelaki yang mulia juga seperti dia.

to be continued...

0 komentar:

Post a Comment